KOORDINASI DALAM PEMBANGUNAN
Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan suatu proses penyusunan
tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur di dalamnya, guna pemanfaatan
dan pengalokasian sumber-sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu
tertentu.
Perencanaan
Pembangunan Daerah merupakan kegiatan yang tidak mudah karena akan berhadapan
dengan berbagai permasalahan yang sangat kompleks dan komprehensif dari suatu
keadaan yang ada di wilayah terkait. Kompleksitas permasalahan tersebut sudah
menjadi konsekuensi logis yang harus dihadapi dan tidak mungkin dihindari.
Ada
beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian agar menghasilkan rencana pembangunan
yaitu:
1. Aspek Lingkungan.
Dalam hal ini pembangunan yang kurang memperhatikan
masalah lingkungan akan memiliki nilai relevansi yang rendah terhadap
perubahan, terutama yang terkait masalah-masalah kemasyarakatan sebagai
ornamen penting dalam proses pembangunan.
2. Aspek Potensi dan Masalah.
Potensi dan masalah merupakan fakta yang ada di
lapangan dan akan menjadi pijakan awal dalam proses penyusunan perencanaan yang
dapat menjadi dasar analisis berikutnya.
3. Aspek Institusi Perencana.
Di sini institusi perencana harus berperan sebagai
fungsi manajemen dalam bidang perencanaan pembangunan daerah dan bertanggung
jawab penuh atas hasilnya. Institusi perencana harus mampu mengkoordinasikan
proses perencanaan pembangunan daerah secara intensif dan menyeluruh,
serta menjadi motor penggerak yang dapat mengakomodir, menganalisis,
menjabarkan berbagai permasalahan dan kepentingan-kepentingan yang berbeda
dari institusi teknis lainnya, menuju suatu konsensus bersama dalam wujud
rumusan hasil perencanaan pembangunan daerah.
4. Aspek Ruang dan Waktu.
Perencanaan pembangunan daerah merupakan salah
satu tahapan dalam proses pembangunan daerah, yang akan terikat oleh dimensi
ruang dan waktu. Sehingga tahapan tersebut memiliki keterkaitan dengan tahapan
berikutnya. Aspek ini harus jelas menggambarkan suatu kebutuhan dalam waktu
yang tepat tentang kapan perencanaan pembangunan daerah mulai disusun, kapan
mulai diberlakukan, untuk berapa lama masa pemberlakuannya, serta kapan dilakukan
evaluasi atau perencanaan ulang.
Selanjutnya
aspek legalisasi kebijakan. Dengan adanya legalisasi kebijakan terhadap
hasil perencanaan pembangunan daerah, implementasinya harus sesuai dengan
batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk menghindari atau meminimalkan
berbagai efek yang timbul sebagai dampak dari suatu proses pembangunan.
Oleh
karena itu, kegiatan perencanaan pembangunan daerah tidak bisa dilakukan
secara individual, melainkan harus dilaksanakan secara tim, baik dalam arti
kerjasama tim antar anggota perencana maupun kerjasama dalam arti
institusional. Di samping itu juga, memerlukan keterlibatan berbagai pihak
secara interdisipliner sehingga mampu melakukan pengkajian dan analisis yang
akurat dalam rangka perumusan hasil perencanaannya.
Namun
begitu, tidak berarti bahwa hal itu akan menjadi suatu hambatan yang tidak
dapat dilampaui, melainkan justru menjadi tantangan yang akan memberikan
pengarus positif terhadap hasil perencanaan pembangunan daerah jika
perencana mampu mengatasinya.
Selanjutnya
menghadapi kecendrungan terjadinya miscomunication sektoral diantara lembaga-lembaga
pemerintahan, swasta, maupun masyarakat diperlukan koordinasi untuk
mengatasinya. Koordinasi hendaknya tidak sekedar dipandang sebagai suatu
kewajiban yang perlu dilakukan untuk memenuhi standar normatif, melainkan
harus dirasakan sebagai suatu kebutuhan yang harus diupayakan pemenuhannya
dengan senantiasa menyadari keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki,
sehingga komitmen untuk melaksanakan koordinasi tetap tinggi. Lebih spesifik
lagi, koordinasi diperlukan sebagai upaya untuk menghasilkan pembangunan
yang efisien dalam pemanfaatan sumber daya untuk menjamin tercapainya tujuan
dan sasaran secara optimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar